To Be Positive in Social Media

Sosmed (Sosial Media), apapun nama produk atau aplikasinya baik itu Facebook, Twitter, Linkedin, Instagram, Whatsapp, BBM, Line dll  adalah merupakan salah satu bentuk “bid’ah”  dalam teknik berkomunikasi dan silaturrahim bagi masyarakat modern.
Sosmed sesuai dengan namanya juga merupakan sarana dalam kehidupan social atau bermasyarakat secara lintas batas, baik batas wilayah, negara, agama maupun umur.  Meskipun pada awal munculnya sosmed ada sebagian ulama yang mengharamkan penggunaan sosmed.Namun fatwa yang merupakan hasil ijtihad ulama local pada suatu masa ini merupakan fatwa yang perlu dipahami lebih mendalam, dan acceptabilitas (penerimaan) masyarakat terhadap fatwa tersebut tergolong rendah karena kondisi sosmed yang sudah berubah. (Atau mungkin fatwa itu perlu diganti?).
Agar sosmed menjadi sesuatu yang positif, maka ada beberapa etika yang sebaiknya anda terapkan dalam bersosial media :
  1. Jika suatu grup sedang membicarakan suatu hal yang positif, anda tidak boleh menyela dengan tema lain tanpa permisi. Sebab hal ini sama dengan memotong pembicaraan orang atau “mengusir” orang lain dari tema yang sedang dibicarakan,  kecuali dengan dalam keadaan darurat dan seijin teman-teman dalam grup.
  2. Tidak melakukan dialog yang bersifat pribadi dengan menggunakan bahasa tertentu yang menjadikan sebagian anggota grup yang lainnya  tidak memahami apa yang anda bicarakan.
  3. Tidak mengirimkan artikel yang panjang, jika anda ingin menyebarkan artikel, tulisan atau berita yang bagus tetapi  panjang maka sebaiknya anda tuliskan link-nya saja seperti yang saya berikan di atas. Karena tulisan yang panjang akan mengganggu sebagian anggota, apalagi yang kapasitas HP-nya terbatas.
  4. Tidak mengirimkan foto atau video yang tidak layak secara syar’I seperti foto suami-istri yang sedang membuka aurat dan bermesraan, foto wanita yang seksi dan membangkitkan gairah.
  5. Tidak menyebarkan berita broadcast kecuali  telah melakukan  5 (lima) hal berikut ini :
    1. Mengetahui siapa sumber beritanya, jangan sampai “majhulur ruwwat”, tidak diketahui perawi dan atau sumber pertama berita tersebut / anonim.
    2. Memastikan kebenaran bahwa berita itu memang berasal dari sumber berita yang dapat dipercaya dan tidak tergolong orang fasik/kafir yang  menyimpan tujuan negatif.
    3. Memastikan bahwa isi berita tersebut adalah benar, jika anda belum tahu kebenaran berita itu maka anda tidak boleh menyebarkan berita tersebut. Berhati-hatilah dengan “warning” yang terdapat dalam Al-Quran Surat  Al-Hujurat  49:6.
    4. Apakah berita itu termasuk berita yang boleh disebarkan secara hokum dan secara syariah? Contoh berita yang tidak boleh disebarkan adalah berita rahasia orang lain  atau berita yang berisi tentang ghibah (menceritakan aib orang lain).
    5. Apakah dengan tersebarnya berita itu akan membawa maslahat atukah akan membawa mudlarat?. Anda juga perlu melihat cara dan bahasa yang digunakan oleh berita tersebut. Contohnya, berita tentang banyaknya pelacuran, jika dalam berita ini disebutkan nama tempatnya, maka hal ini justru akan membawa mudlarat, menajdikan orang yang membacanya mengetahui tempat maksiat itu dan mungkin akan mendatangi dan melakukannya.
Janganlah anda terburu-buru menyebarkan suatu berita broadcast  karena ingin dianggap hebat, dianggap paling up date, dianggap paling modern atau bahkan mungkin karena niat positif yang lainnya, tetapi anda tidak melakukannya dengan benar…
Siapa yang beriman, hendaklah berkata baik atau diam…. Membroadcast sesuatu yang bermanfaat atau diam….  Wallahu a’lam bish shawab.